Pidato Tegas Kapolda Jambi – Suasana mendadak hening di Markas Kepolisian Daerah Jambi. Semua mata tertuju pada satu sosok: Kapolda Jambi, yang berdiri dengan sorot mata tajam dan suara lantang. Pidato itu bukan sekadar formalitas belaka. Ini adalah letupan kemarahan yang terbungkus dalam pesan penuh makna. Dengan nada tinggi dan penuh tekanan, Kapolda berkata, “Jangan jadi preman berseragam!”
Ucapan itu bukan basa-basi. Kalimat tersebut menghujam tepat ke jantung institusi. Ia bukan sedang menasehati, tapi menampar keras para anggotanya yang selama ini mungkin merasa kebal hukum karena mengenakan seragam. Pidato ini seakan menjadi cermin bagi setiap anggota: apakah selama ini mereka bertindak sebagai pelindung rakyat atau justru sebagai pelaku ketakutan di tengah masyarakat?
Kronologi Pidato Tegas Kapolda Jambi Kepada Anggotanya!
Dalam pidatonya, Kapolda Jambi menggambarkan kekesalannya terhadap oknum yang menyalahgunakan wewenang. Dengan suara yang menggema, ia menekankan bahwa menjadi anggota kepolisian bukanlah tiket untuk bertindak semena-mena. “Kalau mau jadi preman, copot dulu seragam kalian. Jangan bawa-bawa nama institusi,” serunya tegas.
Ia menggambarkan bahwa tindakan arogansi, pemalakan, intimidasi, bahkan kekerasan yang di lakukan oleh segelintir oknum telah mencoreng nama baik kepolisian. Ia menyebut mereka sebagai “parasit institusi” yang harus di singkirkan.
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di biobandwatch.net
Kata-kata itu bukan sekadar peringatan biasa. Ini adalah ultimatum. Kapolda menyatakan bahwa dirinya tidak akan segan untuk menindak tegas siapa pun yang mencoba bermain di zona abu-abu antara penegakan hukum dan pelanggaran hukum.
Wajah Kepolisian Dipertaruhkan
Pidato itu juga menyentuh dimensi yang lebih besar: reputasi institusi kepolisian di mata publik. “Masyarakat butuh pelindung, bukan algojo berseragam,” ujar Kapolda. Ia menggambarkan dengan sangat jelas bahwa setiap tindakan kecil dari satu anggota dapat menjadi penentu bagaimana seluruh institusi di lihat.
Kepolisian, menurutnya, tidak boleh menjadi ladang kekuasaan bagi mereka yang haus dominasi. Ia menyayangkan bahwa masih ada yang memakai nama polisi untuk menakut-nakuti rakyat kecil, memeras, atau bahkan melakukan tindakan premanisme dengan dalih penegakan hukum.
Dengan nada membakar, Kapolda berkata, “Rakyat adalah majikan kalian! Jangan berani-berani sok kuasa di depan mereka!”
Peringatan Terbuka: Era Baru Penertiban Internal
Tidak cukup hanya bicara, Kapolda Jambi menegaskan bahwa pidatonya akan di tindaklanjuti dengan langkah konkret. “Saya akan bersihkan sendiri kalau perlu! Tidak ada tempat untuk kalian yang bermental preman di bawah komando saya!” Ia bahkan menantang anggotanya yang merasa tidak sepakat untuk mundur dari institusi.
Pidato itu juga di sertai dengan rencana penertiban internal, termasuk inspeksi mendadak, audit keuangan personel, hingga pemantauan langsung perilaku anggota di lapangan. Kapolda menegaskan bahwa era main-main sudah selesai. Ia ingin institusinya berdiri sebagai simbol keadilan, bukan ketakutan.
Setiap kalimat dalam pidato itu seolah membakar semangat para anggota yang masih memiliki integritas, namun juga menebar teror bagi mereka yang diam-diam menyimpang.
Seragam Bukan Pelindung dari Dosa
Kapolda mengingatkan bahwa seragam dan atribut bukanlah tameng untuk lari dari tanggung jawab. “Seragam itu kehormatan, bukan topeng untuk menyembunyikan kebusukan!” katanya keras. Ia menggambarkan bahwa banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaan karena ulah sebagian kecil polisi yang lupa akan tugas sucinya.
Dengan penuh deskripsi tajam, ia menyebut betapa memalukannya jika seorang anggota kepolisian justru menjadi sosok yang di takuti karena kekerasan, bukan dihormati karena keteladanan.
Kapolda juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi. “Laporkan ke saya langsung kalau ada yang menyimpang! Saya sendiri yang akan turun tangan!” serunya di akhir pidato, meninggalkan kesan bahwa ia bukan hanya bicara, tapi siap bertindak.